Artikel Ilmiah "Antiemetik"
Antiemetik adalah obat yang dikhususkan untuk menekan rasa mual dan muntah. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang dapa berlangsung sendiri-sendiri atau sering kali bersamaan karena mekanisme gejalanya melalui jaringan saraf yang sama.
Mual diartikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala yang dirasakan ditenggorokan dan di daerah sekitar lambung, yang menandakan kepada seseorang bahwa ia akan muntah. Muntah diartikan sebagai pengeluaran isi lambung melalui mulut, yang seringkali membutuhkan dorongan yang sangat kuat. mual dan muntah merupakan gejala yang umum dari gangguan fungsional saluran cerna, keduanya berfungsi sebagai perlindungan melawan toksin yang tak sengaja tertelan.
Cara kerja dari antiemetik adalah dengan mengurangi hiperaktifitas atau aktifitas berlebih dari refleks muntah yang terdapat dalam tubuh dengan melalui dua cara yaitu dengan cara lokal, yaitu dengan langsung menghambat respon lokal untuk berhenti memberikan stimulus yang nantinya akan dikirim ke medula untuk memicu reaksi muntah, ia menghambat dengan menghentikan stimulus atau menumpulkan saraf agar tidak memberi respon terhadap sesuatu yang membuat pasien mual dan muntah. dan cara sentral, yaitu dengan mempengaruhi daerah sentral untuk menekan pusat muntah.
Patofisiologis
Etiologi
Jenis-jenis mual muntah
1. Mabuk darat
3. Muntah akibat Sitostatika
4. Muntah akibat radioterapi dan pasca-bedah
5. Muntah anak-anak
2. Antagonis Dopamin
Bekerja pada otak digunakan untuk mengatasi rasa mual muntah dan dihubungkan dengan penyakit neoplasma, pusing karena radiasi, opioid, obat sitotoksik, dan anestetik umum. Obat yang bekerja pada area dopamin, yakni Domperidone. Obat ini merupakan dopamin antagonis yang tidak benar-benar masuk ke sistem saraf pusat. Profil domperidone sebagai antiemesis mirip dengan metoklorpamida, namun domperidone memiliki efek ekstrapiramida yang lebih ringan.
3. Antihistamin ( Antagonis reseptor histamin H1 )
Efektif pada berbagai kondisi termasuk mabuk kendaraan dan mabuk pagi berat pada masa kehamilan. Antihistamin mencegah mual dan muntah dengan cara menghambat histamin dalam tubuh. Namun untuk pasien kemoterapi efeknya kurang kuat. Dari kelas benzamida misalnya metoklopramida adalah antiemesis yang bekerja dengan menghambat dopamin.
4. Kanabinoid
Digunakan pasien dengan kakeksia, mual sitotoksik, dan muntah atau karena tidak responsif pada agen lainnya. Dari golongan kanabinoid, dronabidol merupakan antiemesis untuk pasien yang menjalani kemoterapi. Obat ini efektif diberikan secara oral. Deksametason dan metilprednisolon adalah dua obat dari golongan kortikosteroid yang biasa digunakan sebagai antiemesis.
5. Benzodiazepin
Darii kelas obat benzodiazepin, lorazepam, dan aprazolam adalah dua obat yang biasa digunakan sebagai antiemesis. Obat ini biasanya digunakan untuk gangguan kecemasan. Sebagai monoterapi, obat ini kurang efektif untuk mual dan muntah pasien kemoterapi dan radiasi. Biasanya dikombinasikan dengan serotonin antagonis dan kortikosteroid. Obat antipsikotik dari kelas Butrirofenon seperti haloperidol dan inapsine juga biasa digunakan sebagai antiemesis pasien kemoterapi.
Mual diartikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala yang dirasakan ditenggorokan dan di daerah sekitar lambung, yang menandakan kepada seseorang bahwa ia akan muntah. Muntah diartikan sebagai pengeluaran isi lambung melalui mulut, yang seringkali membutuhkan dorongan yang sangat kuat. mual dan muntah merupakan gejala yang umum dari gangguan fungsional saluran cerna, keduanya berfungsi sebagai perlindungan melawan toksin yang tak sengaja tertelan.
Cara kerja dari antiemetik adalah dengan mengurangi hiperaktifitas atau aktifitas berlebih dari refleks muntah yang terdapat dalam tubuh dengan melalui dua cara yaitu dengan cara lokal, yaitu dengan langsung menghambat respon lokal untuk berhenti memberikan stimulus yang nantinya akan dikirim ke medula untuk memicu reaksi muntah, ia menghambat dengan menghentikan stimulus atau menumpulkan saraf agar tidak memberi respon terhadap sesuatu yang membuat pasien mual dan muntah. dan cara sentral, yaitu dengan mempengaruhi daerah sentral untuk menekan pusat muntah.
Patofisiologis
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. muntah terjadi apabila terdapat rangsangan pada pusat muntah VC (Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medula berdekatan dengan pusat pernapasan atau CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone) di area postrema pada lantai ventrikel keempat susunan saraf. Muntah dapat terjadi akibat tekanan psikologis melalui sistem limbic menuju pusat muntah (VC). Muntah terjadi jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebella dari labirint didalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui daran atau cairan otak (LCS) akan terdeteksi oleh CTZ. mekanisme ini menjadi target dari banyak obat antiemetik. Nervus vagal dan visceral merupakan jaras keempat yang dapat menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat.
Etiologi
Muntah pada umumnya didahului rasa mual (nausea), yang bercirikan muka pucat, berkeringat, tachycardia, dan pernapasan tidak teratur. pada saat ini lambung mengendur dan di usus halus timbul aktivitas anti peristaltik yang menyalurkan isi usus halus bagian atas ke lambung. Gejala tersebut kemudian disusul oleh menutupnya glottis (bagian pangkal tenggorok), napas ditahan, katup esofagus dan lambung merelaks. akhirnya timbul kontraksi ritmis dari diafragma serta otot-otot perrnapasan disusul oleh lambung memuntahkan isinya. (OOP, Ed.VII, hal.287).
Jenis-jenis mual muntah
1. Mabuk darat
- Penyebabnya : Sejak lama sekali diperkirakan bahwa mabuk darat khusus disebabkan oleh gerakan kendaraan. Gerakan ini merangsang secara berlebihan di bagian dalam telinga dan kemudian juga pusat muntah melalui CTZ. Menurut teori konflik indra, penyebab utama mabuk darat adalah pertetangan antara informasi yang disalurkan oleh organ keseimbangan ke otak di satu pihak dan informasi dari indra ke indra lain di lain pihak. Khususnya menyangkut pertentangan antara mata dan indra perasa, yang sebetulnya harus bekerja sama dengan organ keseimbangan, yang pada mabuk darat (jalan) memegang peran esensial.
- Tindakan pencegahan : Untuk menghindari mabuk darat, penting sekali untuk didalam mobil atau bus duduk dibagian depan, disamping pengemudi, agar mata dapat selalu diarahkan kejalanan. Sebaiknya jendela dibuka agar hawa segar masuk dengan cukup. Selain itu tidak dianjurkan makan terlalu banyak atau merokok sebelum memulai perjalanan.
- Pengobatan : Obat pencegah dapat digunakan Siklizin untuk pejalanan singkat (4 jam perjalanan) atau Meklizin dan Skopalamin untuk perjalanan sampai 16 jam lamanya. Obat yang sangat efektif adalah kombinasi dari Sinarizin 20 mg + Domperidon 15 mg. Apabila perjalanan relatif panjang sehingga diperlukan penggunaan lama dan anti histaminika ingin dihindari, maka dapat menggunakan Skopolamin trasndermal. Pengobatan mabuk darat lebih sukar daripada pencegahannya, karena obat-obat tersebut tidak dapat diberikan secara oral berhubung akan segera dimuntahkan kembali.
Jenis muntah ini biasanya terjadi antara minggu ke-6 dan ke-14 dari masa kehamilan akibat kenaikan pesat dari HCG (human chorion-gonadotropin).Gejala pada umumnya tidak hebat dan hilang dengan sendirinya, maka sedapat mungkin jangan diobati agar tidak mengganggu perkembangan organ janin. Pada kasus hebat sebaiknya diberikan Siklizin 3x sehari 50 mg, Meklizine 1x sehari 12,5-25 mg. Vit. B6 (Piridoksin) 3x sehari 25 mg telah dibuktikan efektivitasnya sebagai obat tunggal atau bersamaan dengan suatu antihistamin. Pada kasus berat juga diperlukan penambahan cairan (rehidrasi) untuk menghindari gangguan terhadap keseimbangan air-elektrolit. Jahe sejak dahulu kala sudah digunakan sebagai obat tradisional ampuh untuk mengatasi mual kehamilan dan mengurangi muntah kehamilan. Pada dosis yang digunakan, obat-obat ini ternyata tidak mengganggu perkembangan janin.
3. Muntah akibat Sitostatika
Sitostatika dapat menimbulkan muntah-muntah akibat rangsangan langsung dari CTZ, stimulasi dari retroperistaltik (= terbalik) dan pelepasan serotonin di saluran lambung-usus. Emisis akut timbul selama 24 jam pertama setelah kemoterapi dan muntah yang baru dimulai pada hari ke-2 sampai hari ke-6 disebut muntah terlambat (Delayed emesis). Skala aktivitas emetogen akut dan frekuensi mual dari beberapa sitostatika tunggal adalah sebagai berikut :
- Berat >90 : Karmustin, sisplatin, siklofosfamida
- Kurang berat 60-90 : Karboplatin, sitarabin, metotreksat, prokarbazin
- Lebih ringan 30-60 : Ifosfamida, mitoksantron, topotekan
- Ringan 10-30 : Dosetaksel, etoposida, gemsitabin, merkaptopurin, mitomisin.
- <10 : Busulfan, vinblastin, vinkristin
Penanganan terbaik adalah prevensi mual melalui penggunaan suatu antiemetikum yang cocok sejak permulaan terapi. karena bila sudah timbul muntah, maka jauh lebih sulit untuk menanggulanginya. Berhubung sitostatika biasanya diberikan dalam kombinasi, maka untuk memperoleh hasil yang optimal juga perlu digunakan kombinasi dari beberapa jenis antiemetika. bila penggunaan oral tidak memungkinkan pada keadaan muntah berat, obat harus diberikan dalam bentuk suppositoria atau per injeksi.
4. Muntah akibat radioterapi dan pasca-bedah
Dengan membagi secara merata (fraksionasi) dosis total dari penyinaran, maka frekuensi mual dan muntah dapat dikurangi. Penanganan preventif lebih efektif daripada penanganan gejala pasca bedah. untuk ini dianjurkanmenggunakan suatu antagonis 5-HT3 dengan penambahan selang-seling deksametason atau droperidol.
Daerah lambung adalah yang paling sensitif dan radiasinya masih sering menimbulkan muntah yang tidak begitu hebat. muntah pasca bedah terjadi untuk sebagian besar tergantung dari anestetika yang digunakan dan jenis pembedahan. yang digunakan adalah terutama zat-zat antagonis DA dan antagonis serotonin (metoclopramida atau droperidol). muntah pasca bedah lebih banyak terjadi dan lebih parah pada wanita dibanding pria, mungkin disebabkan kadar gonadotropin wanita lebih tinggi. obat anestetika yang sekarang digunakan pada umumnya kurang mengakibatkan gejala mual.
5. Muntah anak-anak
Seringkali disebabkan oleh a.l. intoleransi atau alergi terhadap makanan, infeksi (saluran pencernaan radang telinga tengah), cedera kepala. disamping terapi kausal da pemberian antiemetika, juga penting rehidrasi oral. antiemetikum domperidon sebaiknya tidak diberikan untuk menghindari efek samping ekstra-piramidal.
Terapi
1. Tujuan terapi
Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetika adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan muntah, dan seharusnya tanpa timbulnya efek samping atau efek yang tidak dikehendaki secara klinis.
2. Prinsip umum
- Sebagian besar mual dan muntah dapat sembuh sendiri, secara spontan membaik, dan hanya memerlukan terapi simptomatik.
- Terapi antiemetik diindikasikan untuk pasien denga gangguan elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia berat atau hilangnya berat badan, atau semakin parahnya penyakit karena tidak mau meneruskan terapi atau buruknya status nutrisi.
- Obat antiemetik bebas dan dengan resep paling umum direkomendasikan untuk mengobati mual dan muntah. Untuk pasien dapat mematuhi pemberian dosis oral, obat yang sesuai dan efektif dapat dipilih tetapi karena beberapa pasien tidak dapat menggunakan obat oral, obat oral tidak sesuai. Pada pasien tersebut disarankan penggunaan obat secara rectal atau parenteral.
- Untuk sebagian besar kondisi, dianjurkan antiemetik tunggal. Tetapi bila pasien tidak memberikan respon dan pada pasien yang mendapat kemoterapi emetonik kuat, biasanya dibutuhkan regimen multi obat.
- Terapi mual muntah simpel biasanya membutuhkan terapi minimal. Obat bebas atau resep berguna pada terapi ini pada dosis lazim efektif yang rendah.
- Penanganan mual muntah kompleks membutuhkan terapi obat yang bekerja kuat, mungkin lebih dari satu obat emetik.
- Antagonis reseptor5-HT3
2. Antagonis Dopamin
Bekerja pada otak digunakan untuk mengatasi rasa mual muntah dan dihubungkan dengan penyakit neoplasma, pusing karena radiasi, opioid, obat sitotoksik, dan anestetik umum. Obat yang bekerja pada area dopamin, yakni Domperidone. Obat ini merupakan dopamin antagonis yang tidak benar-benar masuk ke sistem saraf pusat. Profil domperidone sebagai antiemesis mirip dengan metoklorpamida, namun domperidone memiliki efek ekstrapiramida yang lebih ringan.
3. Antihistamin ( Antagonis reseptor histamin H1 )
Efektif pada berbagai kondisi termasuk mabuk kendaraan dan mabuk pagi berat pada masa kehamilan. Antihistamin mencegah mual dan muntah dengan cara menghambat histamin dalam tubuh. Namun untuk pasien kemoterapi efeknya kurang kuat. Dari kelas benzamida misalnya metoklopramida adalah antiemesis yang bekerja dengan menghambat dopamin.
4. Kanabinoid
Digunakan pasien dengan kakeksia, mual sitotoksik, dan muntah atau karena tidak responsif pada agen lainnya. Dari golongan kanabinoid, dronabidol merupakan antiemesis untuk pasien yang menjalani kemoterapi. Obat ini efektif diberikan secara oral. Deksametason dan metilprednisolon adalah dua obat dari golongan kortikosteroid yang biasa digunakan sebagai antiemesis.
5. Benzodiazepin
Darii kelas obat benzodiazepin, lorazepam, dan aprazolam adalah dua obat yang biasa digunakan sebagai antiemesis. Obat ini biasanya digunakan untuk gangguan kecemasan. Sebagai monoterapi, obat ini kurang efektif untuk mual dan muntah pasien kemoterapi dan radiasi. Biasanya dikombinasikan dengan serotonin antagonis dan kortikosteroid. Obat antipsikotik dari kelas Butrirofenon seperti haloperidol dan inapsine juga biasa digunakan sebagai antiemesis pasien kemoterapi.
👏
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus